Kesalahan Pengelolaan Keuangan Desa

 


Sekitar pada tahun 2015, Pemerintah Negara Republik Indonesia menetapkan peraturan tentang keuangan desa atau di sebut Dana Desa, sesuai dengan keinginan dan amanat Undang Undang nomor 6 tahun  2014. Dana desa ini, diberikan kepada Desa di seluruh Indonesia, guna membiayai beberapa item penyelenggaraan yang ada di desa, antara lain Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Pembangunan Desa, dan Pemberdayaan Desa. UU No 6 tahun 2014 tentang desa ini mendefinisikan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati.


Tentu dalam pengelolaan keuangan desa harus melibatkan masyarakat dengan memuat asas asas partisipatif, transparansi, efektif. Pengelolaan keuangan desa yang baik akan berdampak pada proses tata kelola pemerintahan yang baik pula.


Namun pada faktanya, pengelolaan keuangan desa selalu menjadi perhatian, karena masih terdapat penyelewengan, dan tindakan yang menyebabkan kerugian pada Desa. Kasus korupsi dana desa sebagaimana dilansir oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan Tahun 2021 aparat desa paling korup di Indonesia.


Sebenarnya, ada beberapa hal yang menyebabkan kesalahan dan kekeliruan pada pengelolaan keuangan desa, hal ini berdampak pada tindakan korupsi yang disengaja ataupun tindakan yang tidak disadari secara hukum, yakni ;


Keuangan Mutlak pada bendahara (absolute finance)

Pada sistem pengelolaan keuangan desa, tidak segan Kepala Desa menahan anggaran desa yang seharusnya disalurkan pada Pelaksana Teknis kegiatan dalam hal ini kasi dan kaur. Hal ini bukan tanpa alasan, biasanya Kepala Desa beralibi bahwa keuangan kegiatan boleh diambil seperlunya saja, dan tidak serahkan kepada pelaksana secara penuh berdasarkan Rancangan anggaran kegiatan yang diserahkan. Artinya, Pelaksana kegiatan melakukan pertanggungjawaban berdasarkan kwitansi pembayaran, tetapi uang yang diterima tidak sesuai dengan kwitansi. Hal ini perlu diperhatikan oleh Pelaksana kegiatan, karna bisa jadi antara bendahara dan kepala desa bekerja sama untuk melakukan tindakan yang korup.


Kepala Desa rangkap jadi bendahara (double function) Hal semacam ini masih sering terjadi, sebab hasrat dan kepentingan kepala desa yang tidak tertahankan, menyebabkan fungsi dari bendahara sebagai kaur keuangan diambil oleh kepala desa. Biasanya ketika saat pencairan, Uang yang harusnya dipegang oleh bendahara, diambil oleh kepala desa.


Memang fungsi kepala desa adalah sebagai ketua penanggung jawab dari pengelolaan keuangan desa, bukan berarti Kepala Desa berhak mengambil dan mengatur keuangan desa begitu saja, hal ini masuk pada pelanggaran berdasarkan permendagri pengelolaan keuangan desa, yang beresiku menyebabkan tindakan korupsi.


Dua hal yang penulis sebutkan adalah bagian dari kesalahan dan kekeliuran pengelolaan keuangan pada desa. Dalam konsep asas fiksi hukum, bahwa semua orang dianggap mengetahui hukum, artinya setiap orang yang melakukan pelanggaran baik sengaja dan tidak di sengaja atas ketidaktahuannya terhadap hukum, itu tetaplah pelanggaran dan memenuhi unsur hukum.


Beberapa kasus yang kita  ketahui baru baru ini secara fenomenal, yang baru baru ini Ibu Nurhayati yang menjadi tersangka, meski sekarang sudah tidak status tersangkanya lagi dibatalkan. Namun perlu diperhatikan di sana, bahwa ada ketidaktahuannya terhadap pengelolaan keuangan desa yang dilanggar. Nah ini merupakan hal sangat penting dan perlu diperhatikan oleh perangkat desa.


Terima kasih. Semoga bermanfaat.

Related Posts