Sejarah “Sumpah Pemuda” dan Asa Kita
“sebuah catatan reflektif sebagai upaya memaknai sumpah pemuda bagi harapan generasi muda masa kini”
Oleh: Florit P. Tae
Peristiwa Sumpah Pemuda merupakan sebuah peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan Indonesia menjadi sebuah bangsa (nation). Peristiwa penting yang digerakkan oleh anak-anak muda Indonesia yang terjadi pada 94 tahun silam. Bahkan, Taufik Abdullah (salah seorang sejarawan senior) tak segan-segan meletakkannya sebagai salah satu dari “Tiga Peristiwa Satu Napas” −Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Peristiwa 10 November 1945.
Meletakkan peristiwa Sumpah Pemuda sebagai salah satu dari elemen penting dari napas Indonesia bukan tanpa alasan. Sebab, pada momen inilah para pemuda-pemudi Indonesia menanggal sekat-sekat suku, agama dan ras, dan kemudian berikrar untuk sebuah persatuan dengan menyatakan diri sebagai bagian dari komunitas yang bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi awal lahirnya identitas kebangsaan kita yang nantinya mengerucut menjadi nasionalisme Indonesia.
Satu hal yang perlu kita garis bawahi dari peristiwa ini adalah bahwa generasi muda sangat menentukan gerak sejarah dari sebuah bangsa. Tak salah rasanya, bahkan tidak berlebihan, bila Bung Karno pernah berujar dengan lantang dan penuh semangat menggetarkan batin seluruh rakyat dengan seruan “beri aku sepuluh pemuda, maka akan ku guncang dunia”, karena memang lokomotif dari sebuah perubahan berada di tangan dan pundak generasi muda. Termasuk nasib bangsa ini. Sejarah Indonesia telah mencatatnya. Hal itulah yang harus benar-benar menjadi kesadaran sejarah bagi generasi muda Indonesia hari ini.
Kesadaran Sejarah bagi masa kini dan masa depan kita
Dalam memahami sejarah “Sumpah Pemuda” dan Asa kita, penting untuk memberi catatan bahwa peristiwa sumpah pemuda adalah peristwa sejarah bangsa Indoenesia. Kendati ia merupakan sebuah peritiwa yang pernah dan telah terjadi pada 94 tahun yang lampau, tetapi peristiwa itu menyejarah dan sebagai fondasi dan inspirasi bagi kita pada masa kini dan masa depan untuk bergerak dan bertindak memberi makna diri bagi bangsa dan tanah air.
Berhubungan dengan kesadarn sejarah, saya menyentil gagasan-gagasan menarik dari beberapa pemikir terkenal. sebab, bagi saya, mereka memberi rujukan pemikiran yang kuat untuk kita dapat memahami makna kesadaran sejarah. Pertama, Robert F. Berkhofer, seorang ahli filsafat sejarah dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa kesadaran sejarah didasarkan pada kesadaran tentang waktu (consciousness of time) melalui pengalaman masa lalunya. Kedua, sebagaimana ditegaskan oleh Berkhofer, hal senada disampaikan oleh Djoko Suryo. Bagi Suryo, Kesadaran sejarah sesungguhnya merupakan satu dimensi historis yang mengandung konsep waktu. Kesadaran sejarah sesungguhnya bisa dialami secara perseorangan. Akan tetapi, kesadaran sejarah yang bersifat kolektif lebih penting. Kesadaran semacam itu terdapat di setiap masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.
Ketiga, Menyambung pernyataan Djoko Suryo, Taufik Abdullah menyatakan bahwa terdapat dua corak kesadaran sejarah yang masih dalam proses peralihan, yaitu kesadaran yang bersifat etnis dan kesadaran yang bersifat nasional. Kesadaran corak pertama bertolak dari regional concept of history yang bersifat etnis-kultural. Kesadaran ini mementingkan fairness kewajaran kultural demi terbinanya integrasi sosial dan kontinuitas kultural dari komunitas etnis. Kesadaran corak kedua sedang tumbuh dan ditumbuhkan. Kesadaran sejarah yang bersifat nasional di satu sisi menjalin hubungan yang bersifat antar-lokal, tetapi di sisi lain menjadikan kesadaran sejarah lokal irrelevant.
Sartono Kartodirdjo menyatakan dengan lugas bahwa bangsa yang tidak mengenal sejarahnya juga kehilangan identitas atau kepribadiannya. Pengetahuan sejarah merupakan sebuah conditio sine qua non (syarat mutlak) untuk membentuk dan memantapkan identitas serta kepribadian nasional. Oleh sebab itu, pembangunan kesadaran sejarah, melalui pengetahuan sejarah, mampu membangkitkan perasaan tanggung jawab sosial dan moral terhadap segala kegiatan pembangunan bangsa.
Dengan demikian, kesadaran akan sajarah peristiwa sumpah pemuda akan menolong masing-masing kita untuk terus berjuang, bergerak, memberi diri secara utuh untuk perubahan dan pembangunan Tanah air yang kita cintai. Sebab, tanah air Indoensia sebagai “Tanah Perjanjian” dan bangsa Indonesia sebagai “Umat perjanjian” dipanggil secara serentak dalam relasi komunal untuk hadir dan bersama-sama mengusahakan kemakmura tanah terjanji yang merdeka dan berdaulat ini.
Pemuda Penggerak Perubahan bagi “Tanah perjanjian”
Setiap generasi mendambakan perubahan yang radikal. Realitas sosial hari-hari ini menandakan bahwa perubahan merupakan sebuah mimpi tanpa batas bagi anak-anak muda. Di Nusa Tenggara Timur misalnya, muncul berbagai organisasi dan komunitas yang digagas oleh anak-anak muda. Tujuan mereka paling tidak adalah memberikan dampak perubahan (politik, pendidikan, ekonomi dan sebagainya) bagi masyarakat di lingkungan (wilayah mereka tinggal), bahkan harapannya perubahan itu berdampak luas bagi Tanah air Indonesia tercinta.
Organisasi dan komunitas yang dibentuk depenuhi oleh anak-anak muda dengan berbagai potensi dan kreativitas yang dimiliki. Kita tidak sulit menjumpai anak-anak muda dalam berbagai komunitas dan organisasi yang hadir dengan ide-ide, gagasan-gagasan serta konsep-konsep menarik demi suatu perubahan. Para pemuda konseptor dan eksekutor berkumpul bersama, bergerak bersama dengan satu tujuan yakni mempropagandakan perubahan bagi manusia dimana mereka bersosialisasi dalam wilayah dimana mereka lahir. Kesadaran yang demikian lahir dari sebuah “ledakan kedalam diri” bahwa perubahan hanya dapat terjadi, bila digerakakan secara serius dan bijak oleh kaum muda.
Para pemuda yang berkumpul pada 28 Oktober 1928 yang lalu, memiliki kesadaran dan kegelisahan yang serius terhadap suatu perubahan radikal. Mengikrarkan sumpah pemuda tidak hanya lahir dari keinginan untuk berkumpul, bersatu mencapai kemerdekaan suatu bangsa (Nation) yang sedang terjajah. Melainkan, ikrar sumpah itu lahir dari sebuah prinsip hidup bahwasannya ditangan pemuda dan sebagai pemuda yang disatukan dalam “tanah perjanjian” Indonesia harus merdeka dan bersatu sebagai bagian dari “umat pilihan”. Tanggung jawab eksistensial dari “Umat Pilihan” adalah menciptakan dan mengusahakan perubahan yang bermakna bagi bangsa dan tanah air.
Catatan kesimpulan
Pemuda yang mau bergerak bersama adalah pemuda yang mengupayakan kolaborasi demi melahirkan solusi-solusi yang konstruktif dan membangun lingkungan dimana ia tinggal. Semangat kolaborasi muda-mudi dalam berbagai organisasi dan komunitas mengandaikan bahwa kita sedang mengaplikasikan sumpah pemuda yang pernah diucapkan oleh para pendahulu 94 tahun silam dalam wajah yang berbeda.
Sumpah pemuda memberi pesan dan harapan bagi generasi masa kini dan masa depan kita. Bahwa bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tidak berakhir pada perjuangan kemerdekaan 17 Agustus 1945, melainkan ia selalu hidup dengan wajah yang berbeda-beda. Memeras keringat dan menumpahkan darah demi pebangunan dan perubahan bangsa dan tanah air adalah sebuah sikap hidup yang mulia dan luhur. Sebab, sebagai “umat perjanjian” yang dipanggil secara bersama dalam “tanah perjanjian” bertanggung jawab atas panggilan akan Tuhannya dan panggilan akan lingkungannya.
Akhirnya, saya ingin berkata “Pemuda yang gelisah dengan situasi lingkungan sekitar adalah pemuda yang di dalam batinya terpatri sebuah panggilan akan Tuhannya dan panggilan akan lingkungannya.”
Slamat bagi segenap generasi muda dalam memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928-28 Oktober 2022.